BULETIN APLINDO N0.43/2015, Januari - Maret 2015
APLINDO
Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 3 Ruang 303A Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270 Telp. 021.573 3832 ; 571 0486; Fax : 021.572 1328
Email : [emailprotected] Web Site : www.aplindo.web.id
BULETIN - APLINDO No.43/2015
DAFTAR ISI
No.
Uraian
Halaman
1.
Pengantar Redaksi
2
2.
Tarif Listrik Batal Naik
3
3.
Peraturan Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang memberatkan industri
5
4.
Penataan Pasokan Gas untuk Industri yang Berdaya Saing
11
5.
Usulan Penurunan Harga Gas Bumi
15
7.
48th Census of World Casting Production: Steady Growth in Global Output
22
8.
Direct Pour Vs. Traditional Gating
24
9.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BKP
25
10.
Data Kendaraan Bermotor 1. Data kendaraan bermotor roda 4 Di Indonesia & ASEAN 2. Data kendaraan bermotor roda 2 Di Indonesia & ASEAN
26 27
11.
Informasi Umum dan Pameran 1. Website pemerintah yang dapat diakses 2. Website Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia 3. Website Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia 4. Pameran dan Seminar
28 29 29 29
12.
Guntingan Koran : Mahalnya harga minim pasokan
32
Harga gas industri diusulkan turun
34
Usul penurunan harga gas dieksekusi 2016
35
1
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Pengantar Redaksi Pada edisi 43/2015 ini, membahas mengenai pembatalan Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang telah dikukuhkan berdasarkan landasan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Keputusan ini , sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo untuk menunda kenaikan TDL, disebabkan adanya penurunan harga minyak dunia. Fenomena usulan penurunan harga terkait dengan harga minyak, terjadi pula pada harga gas bumi domestik, dimana harga gas bumi domestik mencapai harga 9,2 USD/MMBTU dan LNG sebesar 17-18 USD/MMBTU dan kondisi industri domestik saat ini terhimpit oleh banyak tekanan antara lain persaingan global dan kawasan yang sudah dimulai seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, naiknya upah minimum regional, terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar, biaya logistik di Indonesia dan rencana kenaikan tarif tenaga listrik dengan demikian, bisa dipastikan biaya produksi industri di Indonesia tinggi dan menjadikan produk-produk Indonesia tidak memiliki daya saing di pasar internasional dan kurang kompetitif dalam hal harga. Oleh sebab itu industri yang menggunakan gas meminta untuk adanya penurunan harga gas dalam negeri agar industri akan mampu bersaing dan telah direspon oleh Kementerian Perindustrian dengan menyiapkan beberapa skenario penurunan harga gas dengan keuntungan dan kerugiannya. Dalam edisi kini dimuat sensus produk casting di dunia yang mengambarkan perkembangan dan pertumbuhan produk casting dari 31 negara dan data kendaraan bermotor di Indonesia dan ASEAN. Selanjutnya kami mengharapkan agar buletin ini menjadi media antar anggota maupun antar industri pengecoran didalam negeri dan diluar negeri. Harapan kami, seluruh anggota dapat mengisi buletin ini menjadi kenyataan. Redaksi buletin APLINDO menghimbau anggota APLINDO berpartisipasi dalam mengisi tulisan/artikel, data maupun informasi lain yang berhubungan dengan industri pengecoran logam. Naskah tulisan/artikel dapat dikirim ke sekretariat APLINDO, melalui email ataupun fax. Redaksi
2
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Tarif Listrik Batal Naik
Sebagaimana diketahui berdasarkan landasan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara, PT PLN (Persero) akan menerapan penyesuaian tarif tenaga listrik untuk 12 golongan pelanggan tarif non subsidi tertentu yang mulai berlaku 1 Januari 2015. Tariff adjustment ini dilakukan berdasarkan tiga indikator yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan listrik, yaitu harga minyak Indonesia (ICP, Indonesia Crude Palm), kurs dolar, dan tingkat inflasi. Dengan demikian, harga listrik tiap bulan dapat berubah naik dan turun. Berikut ini daftar 12 golongan pelanggan tarif nonsubsidi. 1. Rumah Tangga R-1/TR daya 1.300 Va. 2. Rumah Tangga R-1/TR daya 2.200 Va. 3. Rumah Tangga R-2/TR daya 3.500 Va. 4. Rumah Tangga R3/TR daya 6.600 Va ke atas. 5. Bisnis B-2/TR daya 6.600 va s/d 200 kVa. 6. Bisnis B-3/TM daya di atas 200 kVa. 7. Industri I-3/TM daya di atas 200 kVa. 8. Industri I-4 /TT di atas daya 30.000 kVa. 9. Kantor pemerintah P-1/TR daya 6.600 Va. 10. Kantor pemerintah P-2/TM di atas 200 kVa. 11. Penerangan jalan umum P-3/TR. 12. Layanan khusus TR/TM/TT. Dari 12 golongan tersebut, empat di antaranya sudah diberlakukan tariff adjustment sejak Mei 2014, yaitu rumah tangga R-3/TR daya 6.600 VA ke atas, bisnis B-2/TR daya 6.600 VA sampai 200 kVA, bisnis B-3/tegangan menengah (TM) daya di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah P-1/TR daya 6.600 VA sampai 200 kVA. PT PLN (Persero) akhirnya membatalkan kenaikan tarif dasar listrik untuk 12 golongan yang sedianya akan dilakukan per 1 Januari 2015.
3
BULETIN - APLINDO No.43/2015 Dengan pembatalan kenaikan tarif dasar listrik ini maka tarif dasar listrik di tahun 2015 ini tetap menggunakan harga penyesuaian pada 1 November 2014, berikut adalah kenaikan yang sempat terjadi di tahun 2014 : 1. Untuk golongan I-3, tarif semula Rp 864 per kWh akan naik menjadi Rp 964 per kWh. Pada 1 September 2014, tarif akan naik lagi menjadi Rp 1.075 per kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200/kWh. 2. Untuk golongan R-2 dengan 3.500 VA hingga 5.500 VA, tarif semula Rp 1.145 per kWh akan naik menjadi Rp 1.210 per kWh. Per 1 September 2014 tarif ini akan naik lagi menjadi Rp 1.279/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh. 3. Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 2.200 VA, tarif semula Rp 1.004 per kWh akan naik menjadi Rp 1.109/kWh. Lalu, per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.224/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.353/kWh. 4. Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 1.300 VA, tarif semula Rp 997 per kWh akan naik menjadi Rp 1.090/kWh. Per 1 September 2014, tarif ini naik lagi menjadi Rp 1.214/kWh, dan kembali naik pada 1 November 2014 menjadi Rp 1.352/kWh. 5. Untuk golongan P-3, dari Rp 864 per kWh naik menjadi Rp 1.104/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.221/kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh. 6. Untuk golongan P-2 dengan kapasitas di atas 200 kVA, tarif semula Rp 1.062 per kWh naik menjadi Rp 1.081/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.139 per kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200 per kWh. Demikianlah daftar kenaikan tarif dasar listrik yang berlaku efektif mulai 1 januari 2015, untuk golongan rumah tangga dengan daya 450va dan 900va tidak mengalami kenaikan karena masih banyak golongan tidak mampu yang menggunakan daya tersebut.
4
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Peraturan Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang memberatkan industri Upaya Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan ekspor dan kinerja industri Indonesia terancam gagal dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 yang mengatur pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dalam PP itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengkategorikan limbah pasir foundry di industri pengecoran logam, slag di industri peleburan logam, Fly ash (FA) dan Bottom ash (BA) di Industri petrokimia dan lain-lain sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pasir foundry merupakan bahan yang digunakan dalam membuat cetakan untuk industri pengecoran logam ferro maupun non ferro dan dapat digunakan beberapa kali hingga tidak dapat digunakan kembali. Masuknya pasir foundry dalam daftar limbah B3 membuat industri pengecoran logam terhambat, merugikan perusahaan dan menimbulkan biaya tinggi sehingga tidak memiliki daya saing. Penerapan PP tersebut akan memberikan pengaruh besar pada sektor industri terutama industri pengecoran logam sudah dipastikan akan mendapatkan rapor merah atau hitam untuk audit proper oleh Kementerian LHK dan industri wajib menyediakan lahan
untuk
daerah penampungan, padahal pasir foundry sudah diteliti dan bisa dimanfaatkan untuk bahan konstruksi dan lanskap. Di negara-negara lain seperti di ASEAN, bahkan Amerika Serikat sebagai negara maju yang dikenal dengan peraturan yang sangat ketat dalam hal lingkungan hidup tidak memberlakukan pasir foundry sebagai limbah B3 dan melalui lembaga lingkungannya yaitu Environmental Protection Agency/EP (lihat halaman 6 dan 7) mengeluarkan pernyataan bahwa pasir foundry yang dihasilkan oleh industri pengecoran logam dari membuat cetakan tidak berbahaya, aman dan ekonomis. Pertemuan dengan Menteri Perindustrian Dalam upaya mengeluarkan pasir foundry dari daftar lampiran limbah B3 dari PP 101 tahun 2014, APLINDO dan beberapa anggota bertemu dengan Menteri Perindustrian sebagai Pembina dari industri pada tanggal 30 Januari 2015 Dalam
pertemuan
dengan
Menteri
Perindustrian,
Ketua
Aplindo
menyampaikan
pengantarnya mengenai pasir foundry yang masuk dalam daftar limbah B3 dan kronologis
5
BULETIN - APLINDO No.43/2015
6
BULETIN - APLINDO No.43/2015
7
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Basel Convention
menyatakan agar memantau perpindahan lintas batas antar negara
limbah B3 dapat diawasi. Walaupun Indonesia meratifikasi Basel Convention , Indonesia masih menerbitkan UU no.23 tahun 1997 dan dalam pelaksanaannya pada PP no.19 tahun 1994 tercantum bahwa proses foundry termasuk kegiatan dikategorikan limbah B3. Kemudian PP no. 19 disempurnakan menjadi PP no.18 pada awal tahun 1999 yang disempurnakan kembali menjadi PP no.85 diakhir tahun 1999. Sementara itu UU no.23 tahun 1997 direvisi dengan terbitnya UU no.32 tahun 2009 walaupun dalam keadaan recess. Draft PP, pelaksana dari UU no.32 tahun 2009 masih dicantumkan bahwa pasir foundry merupakan limbah B3. Dengan tercantum pasir foundry sebagai limbah B3 maka penangannan, penimbunan, pengangkutan pasir foundry harus mendapatkan ijin dari LH sehingga menambah biaya dari pengecoran logam Indonesia yang mana industri ini adalah industri hulu dari logam. Industri besi baja prosesnya ada 3 macam : 1. Rolling mills, yang menghasilkan plat atau lembaran 2. Extrusion, yang menghasilkan profil dan besi beton 3. Pengecoran dan forging, yang langsung membuat barang dengan bentuk canggih. Sementara PP ini belum keluar, pada tanggal 28 Januari 2015 Menteri Lingkungan Hidup dan dan Kehutanan menyatakan no. 32 tahun 2009 akan direvisi, oleh karena itu APLINDO mohon kepada Menteri Perindustrian agar APLINDO dapat di ikut sertakan pada perancangan PP tersebut dan memberi kesempatan yang lain untuk mengungkapkan permasalah yang dihadapi industri pengecoran saat ini, antara lain :
Pasir foundry adalah pasir yang digunakan dalam membuat cetakan dan dapat digunakan beberapa kali. Di Indonesia pasir foundry masuk sebagai limbah B3 sedangkan di negara-negara lain bukan limbah B3 bahkan Amerika Serikat sebagai negara maju melalui Environmental Protection Agency (EPA) menyatakan bahwa pasir foundry yang dihasilkan oleh industri pengecoran logam dari membuat cetakan tidak berbahaya, aman dan ekonomis.
Masuknya pasir foundry dalam daftar limbah B3 membuat industri pengecoran logam terhambat, merugikan perusahaan dan menimbulkan biaya tinggi sehingga tidak memiliki daya saing.
Saat ini Indonesia telah memiliki industri pengolahan/recycle pasir foundry (PT Tochu Silika Indonesia) yang menghasilkan RCA (Resin Coated Sand) namun terkendala ijin
8
BULETIN - APLINDO No.43/2015 pengolahan, pengangkutan dan penampungan limbah B3 dari Kementerian LH sehingga membuat biaya tinggi dan hasil recycle pasir foundry menjadi mahal dan tidak kompetitif. Selain dari permasalah pasir foundry juga disampaikan permasalahan lainnya, yaitu :
PT Growth Asia adalah industri pengecoran logam steel casting dengan kapasitas 5.000 ton/bulan dengan kebutuhan pasir foundry sebesar 100 ton/hari dan telah menerima 7 kali penghargaan primaniyarta dari Presiden yang belum sekalipun menerima insentif dari Pemerintah. Kondisi saat ini, industri-industri di Sumatera Utara masih terkendala dengan keterbatasan energy listrik.
Dalam upaya peningkatan ekspor, industri pengecoran logam perlu diikutsertakan dalam ajang pameran internasinal dengan biaya Pemerintah seperti pameran Gifa di German.
Industri pengolahan timah hitam (PT Muhtomas, IMLI dan NFU) merupakan industri daur ulang aki bekas, semenjak diberlakukannya UU no.23/1997 hingga saat ini mengalami kekurangan bahan baku aki bekas akibat pelarangan impor aki bekas. Dengan terhentinya impor aki bekas menjadikan aki bekas di dalam negeri menjadi mahal dan sekarang kepolisian merajia toko-toko penjualan aki yang menawarkan kepada pembeli untuk menukar aki bekasnya yang menyimpan aki bekas lebih dari 10 buah aki dengan alasan penimbunan limbah B3, untuk itu kami mohon agar impor aki bekas ke dalam negeri dibuka kembali.
Ekspor aki ke eropa dikenakan pajak lingkungan sebesar 8% sedangkan aki yang masuk ke Indonesia tidak dikenakan pajak lingkungan.
TKDN
(Tingkat
Kandungan
Dalam
Negeri) Sangat membantu
industri
dalam
pembangunan suatu proyek di dalam negeri, namun masa berlakunya TKDN sangat pendek yakni 2 tahun karena pada saat tender untuk pengadaan atau proyek, perusahaan yang ikut tender belum tentu menang. Biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan sertifikasi TKDN untuk 1 (satu) produk sebesar Rp.15 juta sehingga dirasakan oleh industri cukup mahal.
Kebutuhan scrap bahan baku untuk industri pengecoran baik scrap besi, alumunium, tembaga agar dikenakan Bea Keluar jangan 0% karena China menerapkan Bea Keluar untuk scrap sebagai bahan baku.
Dalam pertemuan ini, Menteri Perindustrian didampingi oleh Dirjen BIM, Bapak Harjanto yang memberikan penjelasan secara gamblang bahwa :
9
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Masuknya pasir foundry sebagai limbah B3 juga dialami oleh industri peleburan baja yaitu slag baja yang dihasilkan industri peleburan logam sebagai limbah B3.
Terjadi kelangkaan bahan baku skrap akibat banyak kontainer scrap impor tertahan di pelabuhan mencapai lebih dari 1.000 kontainar yang dinyatakan oleh LH terkontaminasi B3. Padahal, banyak industri peleburan dan pengecoran yang bahan bakunya tergantung pada scrap impor.
Dengan adanya peraturan ini diindikasikan ada modus operandi dari instansi lain untuk mencari keuntungan dan ajang pemerasan terhadap industri.
Kondisi ini akan menyebabkan terhambatnya target pertumbuhan industri sebesar 6,1%.
Untuk memenuhi kebutuhan skrap yang terus meningkat di dalam negeri, dibutuhkan kebijakan untuk menghambatnya dengan mengenaikan Bea Keluar untuk scrap.
Setelah Menteri Perindustrian mendengarkan penjelasan dari Dirjen BIM dan dari APLINDO, Menteri Perindustrian berjanji akan bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas permasalahan pasir foundry dan permasalahan lainnya yang menghambat industri berkaitan dengan limbah B3. Beleid Pengecualian limbah B3 Adanya pasal 191 Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 mengenai Pengecualian Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup tengah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri yang mengatur mekanisme pengecualian limbah B3 yang digunakan untuk industri sebagai pembuktian bahwa pengelolaan limbahnya tidak tergolong B3, namun dalam pengurusan perizinan pengecualian B3 tersebut dibuat per-perusahaan bukan per-kelompok. Permen ini tersebut akan mengatur tata cara sampling limbah, kewajiban analisis, tata cara laboraturium hingga pengontrolan tata cara penangganan limbah.
10
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Penataan Pasokan Gas untuk Industri yang Berdaya Saing Oleh: Achmad Safiun Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB)
Penelisikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyimpangan kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menjadikan sebuah bukti yang memperlihatkan lemahnya tata niaga gas di Indonesia. Pengaturan komoditas yang seharusnya membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, masih rawan disusupi praktik-praktik tidak terpuji yang dilakukan para mafia migas. Selain merugikan negara, praktik mafia migas semacam ini akhirnya harus ditanggung pula oleh rakyat berupa harga gas yang mahal. Selain itu, alokasi gas turut kacau sehingga banyak konsumen yang mengeluhkan kelangkaan.
Gambar.1 Cadangan Indonesia Per 1 Januari Sumber : ESDM
Gas bumi sebetulnya merupakan salah satu energi potensial di Indonesia. Per 1 Januari 2013, Jumlah cadangan gas alam mencapai 150,39 trilun kaki kubik (TCF) yang terdiri atas cadangan terbukti 101,54 TCF dan cadangan potensial 48,85 TCF. Dari jumlah cadangan itu, produksinya baru mencapai 2,98 TCF. Fakta ini dapat dipahami karena selama ini pemerintah dan kontraktor migas lebih banyak melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak ketimbang gas. Pemerintah tidak mempunyai peta jalan (road map) dalam jangka panjang untuk
menggantikan
porsi
minyak
bumi
dengan
energi
lain
termasuk
gas sehingga ketergantungan minyak bumi dalam bauran energi masih tinggi.
11
BULETIN - APLINDO No.43/2015 Namun, situasi ini kemungkinan akan berubah karena proyek hulu migas di tahun-tahun mendatang akan didominasi oleh proyek gas dan berada di wilayah offshore. Hanya saja, pemerintah dan SKK Migas harus menjaga agar investasi tetap kondusif, salah satunya dengan memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi investasi. Selama ini, pemerintah dan SKK Migas cenderung buang badan ketika KKKS menghadapi masalah hukum, padahal semua rencana kerja dan kontrak-kontrak yang dilakukan KKKS sudah atas sepengetahuan dan persetujuan pemerintah dan SKK Migas. Dari sedikit gas bumi yang telah dieksplorasi kemudian dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan. Dari perkiraan pemanfaatan gas bumi Indonesia sebesar 7.890 milliar british
thermal unit (BBTUD) pada 2013, sebesar 36% diekspor dalam bentuk LNG, 13% diekspor melalui pipa, industri sebesar 18%, listrik 14%, LPG 4%, pupuk 8%, LNG domestik 2%, dan sedikit untuk jaringan gas kota. Adanya ketimpangan alokasi gas ini, dimana sebagian
Sumber : SKK-MIGAS besar gas untuk memenuhi pasar internasional, menyebabkan pasokan di dalam negeri – seperti yang dialami kalangan industri – dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak terjamin. Selama ini, industri memperoleh pasokan gas bumi berasal PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk sebagai penyalur. Dalam eksekusi melalui lelang, besarnya volume gas tersebut sepenuhnya berada dalam wewenang SKK Migas dan kontraktor migas. Praktiknya, pasokan gas ke PGN selalu lebih sedikit dari kebutuhan sehingga PGN pun lebih selektif menyalurkan gas tersebut. Rata-rata industri nasional hanya memperoleh pasokan gas bumi sebesar 50% dari kebutuhan riilnya. Akibatnya, sulit bagi industri melakukan ekspansi bisnis karena pasokan gas menjadi penentu keberhasilan proses produksi.
12
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Padahal ada karakter industri yang sensitif terhadap pasokan gas bumi. Misalnya, industri keramik yang memerlukan gas sebagai pembakar. Kesinambungan pasokan energi gas tidak hanya berfungsi sebagai bahan bakar pembangkit, namun penentu kualitas hasil akhir produk keramik. Sebagai solusinya industri terpaksa membeli solar sebagai sumber energi 50%-60% lebih mahal dari gas karena bagi pengusaha industri harus lebih terus berjalan, meski biaya operasi jadi lebih tinggi dan daya saing produknya melemah. Pemerintah harus segera mengantisipasi persoalan tersebut. Apalagi, kebutuhan gas bumi untuk dalam negeri bakal terus bertambah. Kebutuhan industri, misalnya, jika pada 2014 kebutuhan gas untuk bahan baku industri hanya mencapai 1.068,22 MMSCFD, pada 2020 diproyeksikan melonjak mencapai 1.736,22 MMSCFD. Kebutuhan gas bumi untuk bahan bakar untuk periode yang sama bertambah dari 1.132,54 MMSCFD menjadi 1.257,01 MMSCFD. Ketimpangan alokasi gas bumi untuk domestik dan ekspor tidak akan pernah terselesaikan apabila infrastruktur gas terus terbengkalai. Indonesia tidak memiliki kilang pengolahan yang mencukupi sementara jaringan pipa gas sangat terbatas. Kita berharap proyek-proyek infrastruktur seperti Floating Storage Regasification (FSRU) segera rampung; dan jaringan pipa transmisi Trans Java, Kalimantan – Jawa (Kalija) I dan II dapat diselesaikan tepat waktu. Penuntasan jaringan pipa distribusi sepanjang tidak kurang dari 3.900 kilometer juga sangat dinantikan agar gas alam makin dapat dinikmati oleh masyarakat. Jaringan pipa sepanjang ini akan dapat melayani 88.134 pelanggan industri, komersial, UMKM, dan rumah tangga. Pembangunan infrastruktur gas bumi tersebut tidak akan dapat dilakukan apabila semuanya mengandalkan pendanaan pemerintah meskipun pemerintah pada saat ini memiliki sedikit dana segar hasil penghematan subsidi bahan bakar. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp 3,4 triliun guna membangun infrastruktur gas bumi nasional. Namun, perbaikan infrstruktur ini untuk mempercepat program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Pemerintah rencananya akan menambah panjang jaringan pipa, kilang dan terminal regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), SPBG, hingga jaringan gas untuk rumah tangga. Artinya, berbagai pihak harus terlibat dalam pembangunan infrastruktur ini. Pemerintah harus mewajibkan bahkan memaksa perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha niaga gas bumi ikut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur gas bumi. Anehnya, pada
13
BULETIN - APLINDO No.43/2015 saat ini perusahaan yang telah mendapatkan izim usaha niaga gas faktanya tidak memiliki fasilitas
jaringan
distribusi
kemudian
dijual
lagi
kepada
PGN.
Mereka
bertindak
sebagai trader atau pemburu rente belaka. Ketiadaan infrastruktur gas ini juga menyebabkan harga gas untuk industri di Tanah Air masih lebih mahal ketimbang Singapura, meskipun negara pulau itu tidak memiliki ladang gas sendiri, atau Malaysia. Harga gas untuk industri di Singapura berkisari US$3,06-US$3,87 per MMBTU sementara harga gas di Indonesia di kisaran US$7,90 per MMBTU. Adapun harga gas di Malaysia untuk industri hanya US$2,87-US$3,58 per MMBTU dan untuk perusahaan listrik US$3,56. Harga gas di Indonesia menjadi mahal karena dalam pengiriman gas dalam bentuk gas alam menjadi cair (LNG). Perubahan tersebut membutuhkan biaya. Singapura mengimpor gas dari Sumatera Selatan melalui pipa milik PT Trans Gas Indonesia (TGI). Dengan akan diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun ini, mahalnya harga gas ini akan tidak menguntungkan bagi kalangan industri karena diyakini tidak mampu bersaing dengan produk impor. Apalagi, beban operasional perusahaan makin meningkat akibat berbagai komponen seperti upah buruh dan tarif dasar listrik yang terus naik. Para pengusaha di dalam negeri pada saat ini juga tertekan akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mengusulkan kepada pemerintah baru di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo adanya kebijakan agar energi, khususnya migas, diberlakukan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan tidak dianggap sebagai komoditi
pemungut revenue.
Dengan
kebijakan
ini
diharapkan
kontribusi
industri
manufaktur non-migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan meningkat, menarik investor ke dalam industri manufaktur non-migas secara langsung atau tidak langsung, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta meningkatkan daya saing produk industri manufaktur non-migas. Setidaknya, daya saing produk industri kita harus ditingkatkan setara dengan Malaysia dan Singapura.(*)
14
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Usulan Penurunan Harga Gas Bumi Fenomena menarik tentang harga minyak dan gas dunia yang turus menurun membuat semakin yakin bahwa harga minyak dunia bukan sesuatu yang ditentukan secara murni oleh mekanisme pasar dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa segala sesuatu itu berkaitan dan harga minyak bumi yang terus turun pasti berdampak pada Indonesia. Melihat kondisi harga minyak yang terjun bebas ini yaitu harga terus turun di bawah 50 USD/barel, Indonesia mulai memberikan respon bahwa defisit neraca Anggaran dikarenakan oleh import BBM yang besar sehingga perlu untuk melakukan penghematan, konversi ke bahan bakar lain atau analisis perlunya segera mencabut subsidi BBM untuk memberi ruang gerak pertumbuhan ekonomi, sehingga dilakukan kenaikan BBM di bulan November 2014 dari Rp 6.500,- menjadi Rp. 8.500,- per liter dan fenomena „terjun bebas‟ harga minyak, pemerintah memberikan respon dengan bentuk menurunkan harga BBM menjadi Rp 7.600,dan dievaluasi secara berkala tiap 2 minggu dengan memperhatikan perkembangan pasar.. Perkembangan harga gas dunia juga mengalami penurunan yang dipicu dengan penemuan energi baru yakni shale gas dan shale oil oleh Amerika Serikat yang diperkirakan terdapat sekitar 1.000 triliun kaki kubik shale gas yang cukup untuk memasok gas alam untuk USA selama 50 tahun atau lebih dengan tikat harga berada pada kisaran 3-4 USD/MMBTU. Sementara harga gas bumi ke Jepang yang semula mencapai harga 17 USD/MMBTU kini turun mencapai 7 USD/MMBTU (sumber : World LNG : estimate landed March price 2015). Di Indonesia harga gas bumi mencapai harga 9,2 USD/MMBTU dan LNG sebesar 17-18 USD/MMBTU. Untuk harga gas di Indonesia saat ini ditentukan oleh negara. Harga beli di hulu ditetapkan oleh Menteri atas rekomendasi dari SKK Migas, kemudian penentuan harga di hilir ditambahkan biaya pengangkutan gas (toll fee) untuk pipa transmisi yang ditetapkan oleh BPH Migas sehingga bila terjadi kenaikan harga gas domestik indonesia (warna biru) semua disebabkan oleh kenaikan harga gas di hulu yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan fenomena menurunnya harga terutama yang terkait dengan harga minyak dan gas dunia, akan berimbas pada harga gas bumi di Indonesia. Hal ini terjadi akibat kondisi industri di Indonesia tengah terhimpit oleh banyak tekanan antara lain persaingan global dan kawasan yang sudah dimulai seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, naiknya upah
15
BULETIN - APLINDO No.43/2015 minimum regional, terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar, biaya logistik di Indonesia yang masih sangat tinggi menyebabkan beban yang ditanggung pengusaha makin tinggi dan rencana kenaikan tarif tenaga listrik semakin memperberat kondisi. Saat ini harga gas di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lain seperti di Malaysia yang hanya 3 USD/MMBTU dan Singapura sebesar 3,8 USD/MMBTU, dengan demikian, bisa dipastikan biaya produksi industri di sana lebih rendah dan produk yang mereka hasilkan bisa terserap pasar karena harganya lebih murah. Hal itu menjadikan produk-produk Indonesia tidak memiliki daya saing di pasar internasional dan kurang kompetitif dalam hal harga. Oleh sebab itu industri yang menggunakan gas meminta untuk adanya penurunan harga gas dalam negeri sehingga industri akan mampu bersaing. Melihat kondisi yang dihadapi oleh industri di Indonesia saat ini, FIPGB (Forum Industri Pengguna Gas Bumi) mengusulkan kepada Pemerintah agar menurunkan harga gas dalam makalahnya yang berjudul : :
16
BULETIN - APLINDO No.43/2015
17
BULETIN - APLINDO No.43/2015
18
BULETIN - APLINDO No.43/2015
19
BULETIN - APLINDO No.43/2015
20
BULETIN - APLINDO No.43/2015 Ketua
FIPGB,
Achmad
Safiun
yang
juga
menjabat
sebagai
ketua
APLINDO
merekomendasikan agar harga gas bumi dipatok di angka US 5 per MMBTU dengan pertimbangan kondisi industri yang tengah terhimpit akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD, upah buruh, biaya logistik yang tinggi, Tarif Tenaga Listrik serta perbandingan harga gas bumi di Indonesia dengan negara tetangga, Malaysia saja harganya hanya USD 3,69 per MMBTU, Singapura yang mendapatkan gasnya dari Indonesia dengan harga 16 USD per MMBTU menjual gasnya ke industri seharga USD 3,94 per MMBTU. Makalah FIPGN tersebut diatas telah disampaikan ke Dirjen Basis Industri Manufaktur (Bapak Harjanto), Deputi III Kemenko Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral (Montty Giriana) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Sidarto Danusubroto) yang secara garis besar setuju terhadap usulan tersebut. Bahkan Kementerian Perindustrian melalui Dirjen BIM telah menyiapkan beberapa skenario penurunan harga gas (lihat guntingan Koran : harga gas diusulkan turun) masing-masing industri dengan keuntungan dan kerugiannya. Skenario dengan nilai terkecil adalah penurunan gas bumi sebesar USD 1.05 per Million Metric British Thermal Unit (MMBTU), atau sebesar 10 persen sehingga harga gas menjadi USD 9,5 per MMBTU. Dengan kondisi ini, Kemenperin menilai bahwa negara memang akan mengalami kekurangan penerimaan sebesar Rp 8,15 triliun namun total benefit yang masuk ke perhitungan PDB bisa mencapai Rp 72,4 triliun. Sedangkan skenario penurunan harga bahan baku gas bumi terbesar adalah sebesar USD 4,20 per MMBTU, atau sebesar 40 persen sehingga harga gas bisa menjadi USD 6,3 per MMBTU. Kemenperin melihat bahwa hal ini bisa berpotensi mengurangi penerimaan negara sebesar Rp 32,6 triliun, namun bisa berdampak pada total PDB Indonesia sebesar Rp 289,7 triliun. Usulan ini pun telah masuk ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan berjanji akan membahas secara serius usulan Kementerian Perindustrian mengenai empat skenario penurunan harga gas untuk industri. Apabila mulus, salah satu dari empat skenario sudah bisa di eksekusi pada tahun 2016, dengan alasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2015 telah disetujui DPR, sehingga bila ada perubahan postur akibat pengurangan mata penerimaan baru bisa dilakukan dalam pengajuan APBN tahun 2016. Bila penurunan harga gas ini baru terealisasi tahun 2016, kondisi industri saat ini tengah lesu (lihat grafik ekpor impor, hal.20-21) tentunya tidak akan menolong industri untuk tumbuh, hal ini terjadi pada industri logam, petrokimia, keramik dan kaca yang telah menurunkan produksi hingga 30%- 50% bahkan sebagian industri baja telah melakukan pengurangan ribuan tenaga kerja.
21
BULETIN - APLINDO No.43/2015
48th Census of World Casting Production: Steady Growth in Global Output In 2013, global production increased to more than 103 million metric tons, an increase of 3.4% when compared to the previous year, according to this year’s MODERN CASTING Census of World Casting Production. The 103.2 million metric tons of metal castings produced in 2013 represents an increase of 3.43 million tons. This rate of growth is a slight bump up from 2012’s 2.4% boost. Of the 31 countries that provided data for the past two years, 18 reported a contraction in annual volumes when comparing 2013 to 2012. Poland increased its production by 18%, with gains across the board in terms of alloys. On the red side of the ledger, Pakistan saw the largest decline in production, with its metal casting industry contracting by 23.2%. Among the top-10 countries in total output, Brazil had the highest boost in 2013 with an increase of 6.9% in production. The rebound came a year after South America’s only entry in the global survey saw a 16.9% decrease in total production. China increased its total production by two million metric tons to a total of 44.5 million. That boost represents a large majority of the overall increase in global production, meaning China continued to increase its share of the global market. Meanwhile, the U.S., the world’s second largest producer, saw its tonnage increase by 3.9% to 12.25 million metric tons. While the top two producing nations saw increases, other top metal casting countries had production headed south in 2013. France, Germany and Russia reported 3% to 5% decreases. India remained No. 3 in total production at 9.81 million tons. Spots 4 through 10 remained unchanged, with Japan producing 5.54 million metric tons, Germany 5.19 million, Russia 4.1 million, Brazil 3.07 million, Korea 2.56 million, Italy 1.97 million and France 1.75 million. The top-10 nations produced 88% of the world’s castings, a figure that remains unchanged from 2012.
22
BULETIN - APLINDO No.43/2015 The U.S. saw a 4.4% increase in its productivity per site, with its 2,001 metal casting facilities averaging 6,122 metric tons. Germany, the world leader in per plant production at 8,659, experienced a negligible increase of 41 metric tons per plant. China and India, the two countries with the greatest number of facilities, report gains of4,73% and 2,7. Productivity is calculated as total tonnage divided by the number of plants reported Total production of iron increase with gray iron growing 4,6% and ductile iron expanding by 1,3% while malleable iron fell 27,1% steel output dropped by 0,1% while aluminum production jumped by 9,9% The data reported in the 48th census of world casting production is supplied by each nation’s metal casting association or similar representatives, countries that did not participate this year were Denmark, Mexico, Serbia, Slovakia and south Africa. These countries remain listed according to the last year they participated, Mongolia, which has not submitted data since 2009, has been removed from the list. Thailand retuned to the census after an extended absence, reporting 316,400 metric ton. Mexico, Ukraina and Turkey remain just outside the top 10 countries in total production. Depending on economic condition in the next few years, however, the three countries could threaten to unseat one or more of the more established metal casting countries like France and Italy. Ups & Downs Across and Globe Global casting production grew in 2013, but other than the large gains in china, total tonnage increased by less than a half million metric tons. After an impressive 15,15 boost in total production in 2012, the us market increased at a more modest pace. while the global economy continues to steady itself in in the years after the recession, economic volatility meant big losses and gains for certain countries. Smaller producers wre more likely to experience losses or gains in the double digits, while the majority of the world’s largest producers reported only steady growth or slight contraction. The countries in the top 10 reported a total growth rate 1,9%, which could be seen as sign that bulk of worldwide volatility is found in smaller markets.
23
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Direct Pour Vs. Traditional Gating Due to its generous hydraulic basins, more than 90% of electricity in Quebec, Canada, is produced by water turbines. However, numerous sites cannot be economically, technically or environmentally developed using conventional hydropower technologies (i.e., hydroelectric dams). Novel low power water turbines are sought to suit shallow, high flow rivers; they would be particularly effective in remote areas where they could replace fuel powered generators.
Fig. 1. The 20.2-lb. (9.1 kg) aluminum A356 water turbine blade is 36.6 in. (930 mm) long, with thickness ranging from 1.7 in. (44 mm) to 0.5 in. (13 mm).
Each propeller for a 15kW water turbine uses five cast aluminum blades fixed to its axle. The Centre de Métallurgie du Québec, Trois-Rivières, Québec, Canada, was tasked with providing the technology to produce cast blades, meeting stringent conditions on as-cast surface finish (≤250 rms) and geometry (±2 mm [0.08 in.]) of the theoretical envelope (Fig. 1). Plus, 140MPa minimum yield strength and 2% elongation were required in the highest stressed parts of the blade. Aluminum alloy A356 (AlSi7Mg04) was selected for its availability and excellent castability. It also exhibits good corrosion resistance when immersed in fresh river water. As for the casting process, the Centre de Métallurgie du Québec examined two methods for production—sand casting using traditional gating and sand casting with the direct pour method. If the metallurgical properties were found to be similar for the two filling procedures, direct pour technology would make the molding much easier in a smaller flask while increasing the yield and eliminating finishing costs. In their study, the researchers compared the optimal operational parameters, such as pouring temperature and pouring time, for both methods. Metallurgical properties, including dendrite fineness (secondary dentrite arm spacing) and microporosity along with tensile properties, were measured at 13 locations.
24
BULETIN - APLINDO No.43/2015
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BKPM Setelah dicanangkan melalui Peraturan Presiden no.97 tahun 2014 pada bulan September 2014, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau One Stop Service Perizinan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tanggal 26 Januari 2015 akhirnya diresmikan oleh Presiden RI. Joko Widodo PTSP ini akan menjadi sentral pengurusan perizinan sehingga investor tidak perlu keluar masuk
Kementerian/Lembaga
untuk
mengurus
izin,
dan
telah
tercatat
22
Kementerian/Lembaga yang telah mendelegasikan wewenang penerbitan izin kepada Kepala BKPM sekaligus menugaskan pejabatnya pada PTSP Pusat. Untuk memperlancar PTSP di BKPM, Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2015 telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan PTSP Pusat di BKPM, yang mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan. Instruksi ini ditujukan kepada : 1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri ESDM;
5. Menteri PU dan Perumahan Rakyat;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Komunikasi dan Informatika;
8. Menteri Pertanian;
9. Menteri Kesehatan;
10. Menteri Pariwisata;
11. Menteri LH dan Kehutanan,
12. Menteri Hukum dan HAM;
13. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
14. Menteri Kelautan dan Perikanan;
15. Menteri Ketenagakerjaan;
16. Menteri Pertahanan;
17. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; 18. Menteri BUMN;
19. Kepala Kapolri;
20. Kepala BKPM;
21. Kepada BPOM
22. Kepala Badan Standardisasi Nasional;
23. Kepala Lembaga Sandi Negara.
Guna mendukung optimalisasi dan kelancaran penyelenggaraan pelayanan secara cepat, sederhana, transparan dan terintegrasi mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinan terkait dengan penanaman modal melalui PTSP Pusat di BKPM, paling lambat 31 Desember 2015.
25
BULETIN - APLINDO No.43/2015 Data Kendaraan Bermotor 1. Data Kendaran Roda 4 a. Penjualan Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2011-2015 di Indonesia No.
Bulan
1
Januari
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
2011 73,990 69,591 82,166 60,728 61,055 70,157 89,056 73,276 79,835 86,342 67,643 80,325 894,164
Penjualan (Unit) 2012 2013 76.427 86.486 87.917 87.144 95.541 101.746 102.511 76.445 102.100 106.754 103.703 89.456 1.116.230
96.718 103.278 95.996 102.257 99.697 104.268 112.178 77.964 115.974 112.039 111841 97.691 1.229.901
2014 103.609 111.824 113.067 106.124 96.872 110.614 91.334 96.652 102.572 105.222 91.327 78.802 1.208.019
2015 94.194 88.741 99.410
282.345
Sumber : Gaikindo
b. Penjualan Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2010-2014 di ASEAN No. 1
Bulan Brunai
2 Indonesia 3 Malaysia 4 Philipina 5 Singapura 6 Thailand 7 Vietnam sumber : AAF Diolah
2010
Penjualan (Unit) 2011 2012
13.589 764.710 605.156 168.490 51.891 800.357 111.737
14.555 894.164 600.123 141.616 39.570 794.081 109.660
18.634 1.116.230 627.753 156.654 37.247 1.436.335 80.453
2013
2014
18.642 1.229.901 655.793 181.738 34.111 1.330.672 98.649
18.114 1.208.019 666.465 234.747 47.443 881.832 133.588
c. Produksi Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2011-2015 di Indonesia No.
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
2011 70,715 63,928 74,308 54,556 54,637 64,454 83,591 69,107 77,349 81,265 65,686 78,352 837.948
Produksi (Unit) 2012 2013 2014 77.036 97.793 104.728 86.469 100.491 112.501 85.507 89.073 123.007 84.426 101.805 121.114 97.367 99.661 94.353 94.400 97.939 117.309 97.330 106.519 93.613 71.113 77.354 105.259 94.488 116.974 119.346 100.298 115.533 116.654 99.168 110.570 102.423 77.955 94.499 88.216 1.065.557 1.208.211 1.298.523
2015 98.838 92.268 105.581
296.867
26
BULETIN - APLINDO No.43/2015 d. Produksi Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2010-2014 di ASEAN
No. 1 2 3 4 5
Bulan Indonesia Malaysia Philipina Thailand Vietnam Total
2010 702.508 567.715 80.477 1.645.304 106.166 3.102.170
Produksi (Unit) 2011 2012 2013 2014 837.948 1.065.557 1.208.211 1.298.523 533.515 569.620 601.407 596.418 64.906 75.413 79.169 88.845 1.457.795 2.453.717 2.457.057 1.880.007 100.465 73.673 93.630 121.084 2.994.629 4.237.980 4.439.474 3.984.877
sumber : AAF Diolah
2. Data Kendaraan Roda 2 / Sepeda Motor a.
Penjualan sepeda motor 2011-2015 Di Indonesia No.
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
Penjualan (Unit) 2011
2012
2013
667,124 613,449 713,672 709,177 709,122 661,304 740,121 681,444 723,906 717,514 643,271 463,431 8,043,535
652.601 670.757 626.689 622.929 619.540 550.468 585.658 433.741 628.739 634.575 627.048 488.841 7.141.586
649.983 653.357 657.483 660.505 647.215 661.282 704.019 490.824 678.139 717.272 688.527 552.408 7.771.014
2014
2015
580.288 513.816 681.267 570.524 728.820 520.703 729.279 734.030 753.789 539.171 599.250 706.938 675.962 592.635 556.586 7.908.014 1.605.043
sumber : AISI Diolah
b.
Penjualan sepeda motor 2010-2014 di ASEAN No. 1 2 3 4 5
Bulan Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand Total
2010
2011
Penjualan (Unit) 2012
2013
2014
7.771.014 7.908.014 8,043,535 7.141.586 468.175 494.586 537.753 546.719 442.749 759.849 731.130 702.599 752.835 790.245 8.281 8.046 9.923 11.650 8.145 1.845.997 2.007.383 2.130.067 2.004.498 1.701.535 10.480.946 11.284.680 10.521.928 11.086.716 10.851.615
7,395,644
sumber : AAF Diolah
27
BULETIN - APLINDO No.43/2015 c.
Produksi sepeda motor 2011-2015 Di Indonesia No. Bulan
Produksi (Unit) 2011 2012 2013 2014 2015 1 Januari 677,356 685.688 662.920 595.636 524.368 2 Februari 621,988 665.570 659.417 659.258 552.543 3 Maret 720,284 606.984 654.760 729.476 512.892 4 April 715,864 619.839 672.370 748.401 5 Mei 698,427 619.829 644.881 722.192 6 Juni 645,975 535.621 653.384 761.117 7 Juli 722,184 577.488 694.492 553.626 8 Agustus 671,506 428.662 484.428 611.235 9 September 713,061 620.250 683.066 747.992 10 Oktober 725,036 627.352 729.876 686.101 11 Nopember 646,510 625.865 691.115 598.560 12 Desember 446,102 466.573 549.586 512.510 Total 8,006,293 7.079.721 7.780.295 7.926.104 1.589.803 sumber : AISI Diolah
d.
Produksi sepeda motor 2010-2014 Di ASEAN No. 1 2 3 4
Bulan
Produksi (Unit)
2010 2011 2012 2013 Indonesia 7,415,390 8,006,293 7.079.721 7.780.295 Malaysia 467.941 498.076 543.088 549.244 Philipina 813.361 762.947 588.292 729.480 Thailand 2.024.599 2.043.039 2.606.161 2.218.625 Total 10.701.291 11.310.355 10.817.262 11.277.644
2014 7.926.104 439.907 755.184 1.842.708 10.963.903
sumber : AAF Diolah
Informasi Umum & Pameran A.
Web site Pemerintah yang dapat diakses : 1.
www.setneg.go.id (Sekretariat Negara)
2.
www.kemenperin.go.id (Kementerian Perindustrian)
3.
www.kemenkeu.go.id (Kementerian Keuangan)
4.
www.kemendag.go.id (Kementerian Perdagangan)
5.
www.beacukai.go.id (Direktorat Bea & Cukai, Kementerian Keuangan)
6.
www.esdm.go.id (Kementerian ESDM)
7.
www.bkpm.go.id (Badan Koordinasi Penanaman Modal)
8.
www.bps.go.id (Biro Pusat Statistik)
28
BULETIN - APLINDO No.43/2015
B.
Web site Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia (APLINDO) Kini APLINDO telah tersedia Web site sendiri : www.aplindo.web.id, mohon dukungan partisipasi aktif Bapak-bapak sekalian dan diharapkan saran, masukan, permasalahan dan perkembangan yang terjadi di industri pengecoran logam di Indonesia. Saran dan masukan anda dapat berupa artikel ke alamat [emailprotected]
C.
Web site Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia Kini HAPLI telah tersedia Web-site sendiri : http://hapli.wordpress.com/ , mohon dukungan partisipasi aktif Bapak-bapak sekalian dan diharapkan saran serta masukan anda berupa artikel sesuai page yang tersedia dalam format *.doc ke alamat [emailprotected] untuk diupload, ataupun komentar langsung anda pada Blog.
D. Pameran dan Seminar 1.
2 Jun – 4 Jun 2015 Subcom 2015 NEC, Birmingham, UK Exhibition and accompanying conferences for all your subcontracting requirements. The exhibition includes the UK castings pavilion. www.subconshow.co.uk
2.
13 Jun 2015 WFO Technical Forum Hall 13, Messe Dusseldorf, Germany Held during GIFA 2015, the WFO Technical Forum will include eight papers presented by key industry personnel in a drop-in session format. There is no need to pre-book and there is no charge to attend. www.thewfo.com
3.
16 – 18 June 2015 16th Guangzhou international Tube & Pipe Industry Exhibition hina Import and Export Fair Pazhou Complex B Area First Floor - Guangzhou, Guangdong Province, China Organizado por: Julang Exhibition Design CO.,LTD
4.
16-20 June 2015 GIFA, METEC, THERMPROCESS and NEWCAST Düsseldorf, Germany Websites: www.gifa.de, www.metec.de, www.thermprocess.de and www.newcast.de.
5.
29 – 30 June 2015 Die Disegn Workshop ,Jakarta – Indonesia
29
BULETIN - APLINDO No.43/2015 Bidakara, Jakarta, Indonesia 6.
4 – 7 August 2015 MTT Expo 2015, Indonesia The 7th specialised Exhibition on Machine Tools, Metalworking & Precision, automotive Engineering and Related Manufacturing Technologies for Indonesia
7.
8-10 September 2015 11th China (Beijing) International Foundry Industry Expo (CIFE2015) New China International Exhibition Centre - Beijing
8.
8-10 September 2015 Non-Ferrous Metals and Minerals International Congress and Exhibition the very heart of Russia, Congress & Exhibition “Non-Ferrous Metals and Minerals” (NFM) including the XXI Conference & Exhibition “Aluminium of Siberia”, XI Symposium “Gold of Siberia”, IX Conference “Metallurgy of Non-Ferrous and Rare Metals” and Mineral and Raw Materials Sources Forum will open their gates to the world industrial community. These meetings are devoted to the whole production chain in minerals and metals production. Gathering elites from the global community and facilitating world class trading, networking and educational activities in the world's most dynamic metallurgy market, the event will showcase the latest innovations in products and cutting-edge technologies to meet the large demand in Russia
9.
16 Sep 2015 - 18 Sep 2015 International Foundry Conference Portoroz, Slovenia Two days of technical sessions and networking opportunities
10.
16-18 September 2015 55th International Foundry Conference 2014 Portorož (Slovenia)ation :
11.
27-29 September 2015 5th International Foundry Technical Conference & Exhibition, Teheran, Iran Scope of the Conference and Exhibition: Raw material, Foundry plants, Melting furnaces & accessories, Refractories, Molding, Pattern & core making, Sand preparation, Treatment & reclamation, Casting Machines & accessories, Die cast machine & accessories, Knock out & finishing, Surface treatment, Heat treatment & drying, Measuring, Testing, Process control instrument, Material handling, Machining, Automation, Foundry service, Casting manufactures, Robotics, Scrap management, Transferring melt, mold & parts, Welding, Sandblast & shot peening, Air scrubber, Saving Energy and Environmental Management, Ferroalloy & non ferroalloy, Inoculant, Filtration, Skimming slag, Investment casting, Centrifugal casting Expandable casting, Permanent casting, Vacuum molding, High pressure casting, Degassing system, Die cast, Ceramic molding, Kiln casting, Graphite casting, lost wax, Hot & cold chamber die casting, Lost foam casting, Metallurgy powder, silica sand, Olivine sand, Chromite sand, Zircon sand, Chamotte sand, Resin, Foundry simulation & software, Inspection, Melting flow control, Foundry & Market, Foundry development and optimizing the efficiency, Automobile industries, Jewelry, Pipe producer, Valve, Casting radiator, Ball mill, Cast iron, Steel, Pig iron, Aluminium, Copper, Zinc, Lead,
30
BULETIN - APLINDO No.43/2015 ingot, Billet, Bucket tooth, Casting parts ,Sculpture, Export, Companies Presentation 12.
29 September – 01 October 2015 FENAF 2015 - 16ª Feira Latino-americana de Fundição, Brazil Fenaf is the largest trade show ot the foundry sector in America, bringing together the entire production chain of the foundry industry, national and international, and its customers. Over 400 exhibitors and 30,000 vistantes are expected for this next edition, to be held at Expo Center Norte, Brazil.
13.
October 2015 WFO International Forum on Moulding Materials and Casting Technologies,
China,
The WFO Moulding Materials Commission will host the Forum where the worldleading researchers in the area of moulding materials will meet. Papers are sought for the event, see the relevant commission page or email: [emailprotected] ; [emailprotected]
31
BULETIN - APLINDO No.43/2015
32
BULETIN - APLINDO No.43/2015
33
BULETIN - APLINDO No.43/2015
34